Kamis, 02 Juli 2015

GANGGUAN DELUSI PADA PENDERITA SCHIZOPHERNIA

GANGGUAN DELUSI
PADA PENDERITA SCHIZOPHERNIA
  Oleh :
Wisnu Aji Pranoto (19513345)
Kelas 2PA07
Univeritas Gunadarma


BAB I
Latar Belakang

Banyak sekali permasalahan yang tak terduga ada di sekitar kita, kasus-kasus memiliki keunikan ketika kita melihat dari segi psikis pelaku dari kasus-kasus kriminal, seperti tindakan kekerasan dalam keluarga atau biasa disebut KDRT, berbagai motif dan alasan mengapa pelaku melakukan tindakan kekerasan.
Salah satunya karena mengalami gangguan-gangguan psikis yang dialami pelaku, gangguan-gangguan yang kompleks pada setiap orang sangat bervariasi satu dengan yang lainnya, dari taraf yang ringan hingga gangguan berat dengan tingkat resiko yang berbeda - beda, salah satu gangguan psikis yang akan dibahas adalah gangguan Delusi pada penderita skizofernia.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, terdapat 0,46 persen penduduk atau 1.093.150 orang Indonesia yang mengidap skizofrenia. Dari jumlah itu, ternyata hanya 3,5 persen saja atau 38.260 orang yang terlayani dengan perawatan memadai di rumah sakit jiwa, rumah sakit umum maupun pusat kesehatan masyarakat.
Penulis akan menjelaskan bagaimana peran Psikologi dalam melihat sebuah kasus kekerasan berupa pembacokan oleh mutiullah yang berawal dari gangguan Delusi yang merupakan kondisi dimana pikiran teriri dari satu atau lebih delusi, kata delusi di artikan sebagai ekspresi kepercayaan yang dimunculkan kedalam kehidupan nyata seperti merasa dirinya ditipu, bertemu dengan orang yang terkenal dalam hidupnya. Sedangkan skizofernia adalah gangguan jiwa berat yang ditandai dengan gangguan prose berpikir dan tanggapan emosi yang lemah, keadaan ini dimanifestasikan dalam bentuk halusinansi, delusi, paranoid, dan serta distungsi sosial.




BAB II
Landasan Teori

Kasus Mutiullah ini dapat dijelaskan dengan Teori Gangguan Delusi dan Skizofernia yang mampu menguak sebab akibat mengapa sesorang mengalami ganggguan gangguan psikis yang tak disadari alam sadarnya.
A.    Gangguan Delusi
1.      Pengertian Delusi
Gangguan delusi merupakan suatu kondisi dimana pikiran terdiri dari satu atau lebih delusi. Delusi diartikan sebagai ekspresi kepercayaan yang dimunculkan kedalam kehidupan nyata seperti merasa dirinya diracun oleh orang lain, dicintai, ditipu, merasa dirinya sakit atau disakiti. Gangguan delusi dapat terjadi pada siapa saja dengan beberapa kondisi tertentu, tanpa mestinya adanya gejala yang menunjukkan skizofrenia.
Secara awam orang yang berhadapan dengan pasien memiliki delusi akan terlihat nyata, hal ini disebabkan ekspresi wajah yang begitu menyakinkan sehingga orang akan mempercayai dengan apa yang diucapkan oleh individu dengan gangguan delusi tersebut. Pasien akan terlihat secara normal layaknya orang lain selama tema episode itu berlangsung. Disebut sebagai gangguan delusi bila kemunculan delusi tersebut bukan disebabkan oleh kondisi medis.
2.      Jenis Delusi
Delusi memiliki beragam jenisnya, seperti :
a.       Delusion of erotomanic; individu atau pasien mempercayai seseorang mempunyai kedudukan penting dan terlibat percintaan dengannya.
b.      Delusion of grandiose; pasien mempercayai bahwa ia mempunyai pengetahuan yang lebih, bakat, insight, kekuatan, kepercayaan orang, atau mempunyai hubungan khusus dengan orang terkenal bahkan Tuhan.
c.       Delusion of jealous; pasien mempercayai bahwa pasangannya berselingkuh atau tidak dapat dipercaya.
d.      Delusion of persecutory; pasien mempercayai bahwa dirinya ditipu, dimata-matai, diikuti, difitnah dan tidak mempercayai orang lain.
e.       Delusion of somatic; pasien mempercayai bahwa tubuhnya merasakan sensasi sesuatu atau merasakan salah satu dari bagian organ tubuhnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
f.       Tipe campuran; mempunyai delusi lebih dari satu tema
g.      Tipe tidak terdefinisi; bila tidak termasuk didalam kategori yang ada diatas; atau tipe lainnya yang berkaitan dengan budaya setempat
3.      Faktor Penyebab Delusi
Banyak faktor kemunculan delusi, berkembangnya atau mood yang tidak stabil mempunyai pengaruh terhadap kepercayaan-kepercayaan delusi. Misalnya saja pada tipe persecutory dan cemburu akan memicu munculnya rasa marah dan perilaku kekerasan. Himpitan ekonomi, banyaknya stressor disekeliling individu dapat memicu munculnya delusi hingga individu tersebut menjadi penakut. Individu yang mencoba mengobati dirinya dengan sesuatu yang seharusnya tidak perlu merasakan adanya pengaruh terhadap tubunya merupakan salah satu gambaran tipe somatic.
B.     Schizophernia
Jumlah penduduk Indonesia yang menderita penyakit gangguan jiwa berat atau skizofreniacukup besar, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, terdapat 0,46 persen penduduk atau 1.093.150 orang Indonesia yang mengidap Schizophernia. Dari jumlah itu, ternyata hanya 3,5 persen saja atau 38.260 orang yang terlayani dengan perawatan memadai di rumah sakit jiwa, rumah sakit umum maupun pusat kesehatan masyarakat.
Menurut laporan World Health Organisation (WHO) 2010 tentang Global Burden Disease, penyakit Schizophernia sudah perlu diwaspadai. Pasalnya kini telah terjadi perubahan jenis penyakit yang menimbulkan beban bagi negara secara global, dari sebelumnya kematian ibu dan anak menjadi penyakit kronis termasuk kesehatan jiwa.
Ketua Asosiasi Rumah Sakit Jiwa dan Ketergantungan Obat Indonesia (ARSAWAKOI), dr Bambang Eko Suryananto, SpKJ, menjelaskan, skizofrenia merupakan salah satu diagnosis gangguan jiwa yang ditandai antara lain dengan terganggunya kemampuan menilai realita dan penurunan fungsi peran. Biasanya skizofrenia mulai diderita pada usia dewasa muda.
Gangguan jiwa yang terjadi pada seseorang, termasuk skizofrenia, menurut Bambang (dalam Gejala dan penyebab skizofernia, http://doktersehat.com/gejala-dan-penyebab-skizofrenia/), disebabkan oleh interaksi manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosio-spiritual. Secara biologis, Schizophernia disebabkan karena peningkatan neurotransmitter dopamin di otak, sehingga dapat timbul gejala-gejala perilaku, gangguan persepsi (mendengar suara meskipun tidak ada sumber suara), gangguan isi pikir yang berupa keyakinan-keyakinan tertentu yang tidak wajar, dan lain-lain.
Secara psikologis, Bambang menjelaskan, pola asuh dan stresor lingkungan juga berperan dalam membentuk pola perilaku yang rentan terhadap gangguan jiwa, begitu juga kondisi sosial, sipitual, maupun budaya. Namun skizofrenia bukanlah penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Menurut Bambang (dalam Gejala dan penyebab skizofernia, http://doktersehat.com/gejala-dan-penyebab-skizofrenia/)pengidap Schizophernia bisa disembuhkan asalkan pendekatan terapinya bersifat menyeluruh.
Jadi, kita harus tangani baik secara biologi, dengan menggunakan obat-obatan, maupun pendekatan secara psikologis, sosial, dan spiritual. Apabila perjalanan penyakit belum lama dan belum parah, kemungkinan dapat disembuhkan lebih besar. Jika pasien segera dibawa berobat pada tahap awal menderita penyakit, penurunan fungsi peran dapat diminimalkan. Namun, masalahnya adalah stigma masyarakat tentang gangguan jiwa seringkali membuat pasien Schizophernia terlambat dibawa ke petugas kesehatan.
Masyarakat lebih percaya bahwa penyakit ini disebabkan karena hal-hal mistis, sehingga terlebih dahulu dibawa ke dukun atau pengobatan alternatif. Ketika sudah kehabisan uang,penyakit tidak sembuh-sembuh, keluarga baru menyadari bahwa hal itu adalah suatu penyakit dan baru dibawa ke tenaga kesehatan.
Tanda dan gejala yang dialami oleh penderita skizofrenia seringkali dikaitkan dengan penyakit mental lainnya. Sebab, tanda dan gejala dari penyakit ini memang hampir sama dengan tanda dan gejala dari penyakit mental lainnya. Hal ini yang menyebabkan penyakit skizofrenia sulit untuk didiagnosis.

Tanda dan gejala dari penyakit ini dibagi menjadi tiga kategori :
1.      Gejala positif
Fungsi otak dari penderita penyakit Schizophernia akan bekerja lebih aktif atau bisa dikatakan berlebihan, hal ini menyebabkan otak bekerja dengan tidak normal. Akibatnya, penderita akan mengalami beberapa hal seperti berikut ini :
a.       Berkhayal
Ini merupakan hal yang paling umum dialami oleh para penderita, mereka memiliki keyakinan yang berbeda dengan orang normal. Mereka akan melihat realitas yang berbeda pula, selain itu, penderita juga sering salah menafsirkan persepsi.
b.      Halusinasi
Orang yang mengalami penyakit ini sering berhalusinasi, mereka seringkali melihat atau mendengar hal-hal yang sebenarnya tidak ada.
c.       Gangguan pikiran
Penderita skizofrenia akan kesulitan berbicara dan mengatur pikirannya sehingga hal ini mengganggu kemampuan berkomunikasi.
d.      Perilaku tidak teratur
Orang yang mengalami skizofrenia sering berperilaku aneh, seperti anak kecil yang melakukan hal-hal konyol.

1.      Gejala Negatif
Gejala negatif
Gejala ini mengacu pada berkurangnya atau bahkan tidak adanya karakteristik fungsi otak yang normal, gejala ini mungkin muncul disertai atau tanpa adanya gejala positif. Gejala-gejala yang ditimbulkan antara lain :
a.       Sulit mengekspresikan emosi.
b.      Menarik diri dari lingkungan social.
c.       Kehilangan motivasi.
d.      Tidak minat melakukan kegiatan sehari-hari.
e.       Mengabaikan kebersihan pribadi.

Gejala-gejala tersebut seringkali dianggap sebagai kemalasan yang biasa dialami oleh tiap orang. Namun, hal itu ternyata keliru.

3.Gejala kognitif
Jenis gejala ini akan menimbulkan masalah pada proses berpikir, tanda dan gejala yang mungkin timbul, antara lain :
a.       Masalah dalam membuat informasi yang masuk akal dan dapat dimengerti.
b.      Sulit berkonsentrasi
c.       Masalah pada memori otak
Selain ketiga gejala di atas, penyakit Schizopherniajuga akan menimbulkan masalah pada suasana hati, para penderitanya akan mengalami depresi, cemas, dan seringkali mencoba untuk bunuh diri. Gejala-gejala dari penyakit ini lambat laun dapat melumpuhkan para penderitanya. Sebab, hal ini sangatlah mengganggu kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan rutin sehari-hari.
Namun, apabila penderitanya masih berusia remaja, gejala yang ditimbulkan sulit untuk dideteksi dan kemudian dianggap sebagai penyakit skizofrenia. Sebab, pada usia tersebut mereka pasti akan mengalami hal-hal ini yang ternyata merupakan gejala dari penyakit Schizophernia.

2.      Deskripsi Kasus
Pada Ahad, 15 Maret 2015, Mutiullah menggegerkan warga Desa Ketawang Larangan. Selepas salat Zuhur, Mutiullah membacok adiknya sendiri, Gufron, 27 tahun, di rumahnya.  Akibat aksi Mutiullah, Gufron mengalami luka bacok di sekujur badan. Bahkan, lengan Gufron nyaris putus. Selain Gufron, Mutiullah juga membacok sepupunya, Qurratul Uyun, 32 tahun; istrinya, Mai (30); dan bibinya, Maisura (50). Mutiullah diketahui membacok adik kandungnya Gufron saat tidur pulas. Pembacokan itu dilakukan menggunakan parang. Melihat kejadian, paman korban, Sura berusaha melerai, namun Mutiullah yang gelap mata justru membacok Sura. Tak puas melukai dua orang, Qurrotun Uyun yang diketahui adalah sepupu korban ikut dibacok ketika berusaha melerai. Begitu pula Mae, istri Mutiullah yang melihat suaminya sudah membacok tiga orang, dibacok ketika berusaha melerai. Akibatnya, empat orang terluka parah dan segera dilarikan ke Rumah Sakit Dokter Moh. Anwar Sumenep.
Menurut penuturan para warga sekitar, Muti’ullah seorang laki-laki yang baik dan sering menjadi penceramah. Namun, menurut pamannya, Muti’ullah terjebak oleh bisikan gaib. Muti’ullah sempat berlaku aneh menjelang detik-detik pembantaian yakni menyuruh semua anggota keluarga berwudu’ dan kemudian membantai adiknya, begitu pula sehari sebelum pembantaian, ia bernyanyi dan berjoget

3.      Analisis
Kasus Mutiullah adalah kasus yang cukup mengehbohkan daerah Sumenep dan sekitarnya, karena Mutilullah sebelumnya dikenal sebagai orang yang baik serta ramah terhadap warga sekitarnya, dia biasa mengisi khotbah jum’at, namun berbalik 180 derajat pada tanggal 15 maret dengan aksi brutalnya membacok anggota keluarganya sendiri, jika di kaitkan dengan Teori tentang gangguan Delusi, di tuturkan oleh paman Mutiullah bahwa Mutiullah sempat mendengarkan bisikan gaib dari kakek buyutnya yang memerintahkan dia untuk menghabisi semua musuh-musuhnya, ini adalah Delusi jenis campuran antara Grandious dan Jealous, sebab di beritakan bahwa Sebelumnya mutiullah sempat bertengkar dengan istrinya karena permasalahan asmara yang di picu kabar bahwa istrinya melakukan perselingkuhan.
Setelah Mutiullah sedang berada sel tahanan di kabarkan bahwa dia seringkali membenturkan kepalnya ke teralis besi penjara hingga dia harus dilarikan ke Rumah sakit karena luka robeknya di bagian kepala, ini bisa dikatakan sebagai gejala negatif Schizophernia ketika sudah kehilangan motivasi dalam hidupnya sehingga tidak memperdulikan lagi kondisi fisiknya






BAB III
Penutup
1.        Kesimpulan
Kasus pembantaian yang terjadi di Sumenep merupakan kasus yang menarik, karena perilakunya sungguh bertolak belakang dengan apa yang lingkungan sekitarnya lihat dari pribadi mutiullah, di awali rasa depresi ketika mendengar berita istrinya berselingkuh, ini yang menjadi pemicu malapetaka yang terjadi ketika mutullah seperti bukan manusia lagi, karena dengan mudahnya membacok keluarganya sendiri di depan khalayak umum. Diceritakan oleh pamannya, bahwa Mutiullah hanya melihat orang lain yang iya bacok, bukan keluarganya, ini sangat cocok pada gejala Delusi, diartikan sebagai ekspresi kepercayaan yang dimunculkan kedalam kehidupan nyata seperti merasa dirinya diracun oleh orang lain, dicintai, ditipu, merasa dirinya sakit atau disakiti, sebenarnya gangguan Delusi tidaklah begitu berbahaya namun, ketika gangguan ini begitu saja tidak segera di tangan maka akan menyebabkan perlikau yang mampu membahayakan pelaku dan orang lain, di sisi lain diketahui juga Mutiullah juga mengidap gangguan Skizofernia.

2.      Saran
                 Dalam sebuah permasalahan sosial, pencegahan merupakan hal yang paling penting, perilaku asertif harus di optimalkan dalam hubungan interpersonal, hingga setiap permasalahan yang datang dapat terselesaikan secepat mungkin, tanpa ada konflik fisik yang terjadi dalam kehidupan sosial kita. Bagi sebagian besar orang dengan skizofrenia, obat sangat penting untuk mengatasi gejala Schizophernia Meskipun orang dengan Schizophernia relatif bebas dari gejala psikotik mereka, banyak yang masih mengalami masalah dalam berurusan dengan kehidupan sehari-hari yang mungkin mencakup kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang di sekitar mereka, pengambilan keputusan, motivasi, perawatan diri dan membina atau menjaga hubungan dengan orang lain.
                Karena Schizophernia umumnya terjadi pada awal masa dewasa, pada saat dimana orang mengembangkan keterampilan sosial mandiri dan merasa bagaimana mereka 'cocok' di dunia sekitar mereka, ini adalah usia yang penting untuk dipertimbangkan dan psikoterapi mungkin bermanfaat.

Daftar Pustaka


Jess, Feist, dan Feist, Gregory. 2010. Teori Kepribadian. Edisi 7. Diterjemahkan oleh:
           Smita Prathita S. Jakarta: Salemba Humanika

Surya, R. 2006. 280 Tanya Jawab Mengenai Kesehatan Jiwa, Grogol,
           RSJ Dr. Soeharto Heerdjan,

Bernadus, Vanny. “Gejala Dan Penyebab Skizofernia”. 25 maret 2014. di unduh pada 7 mei

Hartini, Lili, 2009, AGRESI YANG TINGGALDLAM KELUARGA DENGAN KEKERASAN
  RUMAH TANGGA. di unduh pada 7 mei 2015
502140.pdf&sa=U&ei=cXU2VceL47iuQTAkoHgBQ&ved=0CA8QFjAD&usg=AFQjCNH9N6IAO_kl-D8GS3_hY41eMa3OJA

Bisri, Mustofa, “Pembacoka Keluarga di Sumenep Kdang Beri Khotbah Jumat”. 16 maret 2015.
            di unduh pada 7 mei 2015.

Bisri, Mustofa, “Kronologi Pembacokan 1 Keluarga di Sumenep”. 16 maret 2015. di unduh pada

1 komentar:

  1. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, berapa persen penduduk Indonesia yang mengidap skizofrenia, dan berapa persen yang mendapatkan perawatan memadai?
    Regard Telkom University

    BalasHapus