GANGGUAN DELUSI
PADA PENDERITA SCHIZOPHERNIA
Oleh :
Wisnu Aji Pranoto (19513345)
Kelas 2PA07
Univeritas Gunadarma
BAB I
Latar Belakang
Banyak sekali permasalahan yang tak
terduga ada di sekitar kita, kasus-kasus memiliki keunikan ketika kita melihat
dari segi psikis pelaku dari kasus-kasus kriminal,
seperti tindakan
kekerasan dalam keluarga atau biasa disebut KDRT, berbagai motif dan alasan
mengapa pelaku melakukan tindakan kekerasan.
Salah satunya
karena mengalami gangguan-gangguan psikis yang dialami pelaku,
gangguan-gangguan yang kompleks pada setiap orang sangat bervariasi satu dengan
yang lainnya, dari taraf yang ringan hingga gangguan berat dengan tingkat
resiko yang berbeda - beda, salah satu gangguan psikis yang akan dibahas adalah
gangguan Delusi pada penderita skizofernia.
Menurut hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, terdapat 0,46 persen penduduk atau
1.093.150 orang Indonesia yang mengidap skizofrenia. Dari jumlah itu, ternyata
hanya 3,5 persen saja atau 38.260 orang yang terlayani dengan perawatan memadai
di rumah sakit jiwa, rumah sakit umum maupun pusat kesehatan masyarakat.
Penulis akan
menjelaskan bagaimana peran Psikologi dalam melihat sebuah kasus kekerasan
berupa pembacokan oleh mutiullah yang berawal dari gangguan Delusi yang merupakan
kondisi dimana pikiran teriri dari satu atau lebih delusi, kata delusi di
artikan sebagai ekspresi kepercayaan yang dimunculkan kedalam kehidupan nyata
seperti merasa dirinya ditipu, bertemu dengan orang yang terkenal dalam
hidupnya. Sedangkan skizofernia adalah gangguan jiwa berat yang ditandai dengan
gangguan prose berpikir dan tanggapan emosi yang lemah, keadaan ini
dimanifestasikan dalam bentuk halusinansi, delusi, paranoid, dan serta
distungsi sosial.
BAB II
Landasan Teori
Kasus Mutiullah ini dapat dijelaskan dengan Teori
Gangguan Delusi dan Skizofernia yang mampu menguak sebab akibat mengapa
sesorang mengalami ganggguan gangguan psikis yang tak disadari alam sadarnya.
A. Gangguan
Delusi
1.
Pengertian Delusi
Gangguan
delusi merupakan suatu kondisi dimana pikiran terdiri dari satu atau lebih
delusi. Delusi
diartikan sebagai ekspresi kepercayaan yang dimunculkan kedalam kehidupan nyata
seperti merasa dirinya diracun oleh orang lain, dicintai, ditipu, merasa
dirinya sakit atau disakiti. Gangguan delusi dapat terjadi pada siapa saja
dengan beberapa kondisi tertentu, tanpa mestinya adanya gejala yang menunjukkan
skizofrenia.
Secara
awam orang yang berhadapan dengan pasien memiliki delusi akan terlihat nyata,
hal ini disebabkan ekspresi wajah yang begitu menyakinkan sehingga orang akan
mempercayai dengan apa yang diucapkan oleh individu dengan gangguan delusi
tersebut. Pasien akan terlihat secara normal layaknya orang lain selama tema
episode itu berlangsung. Disebut sebagai gangguan delusi bila kemunculan delusi
tersebut bukan disebabkan oleh kondisi medis.
2.
Jenis Delusi
Delusi memiliki
beragam jenisnya, seperti :
a.
Delusion of erotomanic;
individu atau pasien mempercayai seseorang mempunyai kedudukan penting dan
terlibat percintaan dengannya.
b.
Delusion of grandiose;
pasien mempercayai bahwa ia mempunyai pengetahuan yang lebih, bakat, insight,
kekuatan, kepercayaan orang, atau mempunyai hubungan khusus dengan orang
terkenal bahkan Tuhan.
c.
Delusion of jealous;
pasien mempercayai bahwa pasangannya berselingkuh atau tidak dapat dipercaya.
d.
Delusion of
persecutory; pasien mempercayai bahwa dirinya ditipu, dimata-matai, diikuti,
difitnah dan tidak mempercayai orang lain.
e.
Delusion of somatic;
pasien mempercayai bahwa tubuhnya merasakan sensasi sesuatu atau merasakan
salah satu dari bagian organ tubuhnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
f.
Tipe campuran;
mempunyai delusi lebih dari satu tema
g.
Tipe tidak terdefinisi;
bila tidak termasuk didalam kategori yang ada diatas; atau tipe lainnya yang
berkaitan dengan budaya setempat
3.
Faktor Penyebab Delusi
Banyak
faktor kemunculan delusi, berkembangnya atau mood yang tidak stabil mempunyai
pengaruh terhadap kepercayaan-kepercayaan delusi. Misalnya saja pada tipe
persecutory dan cemburu akan memicu munculnya rasa marah dan perilaku
kekerasan. Himpitan ekonomi, banyaknya stressor disekeliling individu dapat
memicu munculnya delusi hingga individu tersebut menjadi penakut. Individu yang
mencoba mengobati dirinya dengan sesuatu yang seharusnya tidak perlu merasakan
adanya pengaruh terhadap tubunya merupakan salah satu gambaran tipe somatic.
B.
Schizophernia
Jumlah
penduduk Indonesia yang menderita penyakit gangguan jiwa berat atau
skizofreniacukup besar, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, terdapat 0,46 persen penduduk atau 1.093.150 orang Indonesia yang
mengidap Schizophernia.
Dari jumlah itu, ternyata hanya 3,5 persen saja atau 38.260 orang yang
terlayani dengan perawatan memadai di rumah sakit jiwa, rumah sakit umum maupun
pusat kesehatan masyarakat.
Menurut
laporan World Health Organisation
(WHO) 2010 tentang Global Burden Disease,
penyakit Schizophernia sudah perlu
diwaspadai. Pasalnya kini telah terjadi perubahan jenis penyakit yang
menimbulkan beban bagi negara secara global, dari sebelumnya kematian ibu dan
anak menjadi penyakit kronis termasuk kesehatan jiwa.
Ketua
Asosiasi Rumah Sakit Jiwa dan Ketergantungan Obat Indonesia (ARSAWAKOI), dr
Bambang Eko Suryananto, SpKJ, menjelaskan, skizofrenia merupakan salah satu
diagnosis gangguan jiwa yang ditandai antara lain dengan terganggunya kemampuan
menilai realita dan penurunan fungsi peran. Biasanya skizofrenia mulai diderita
pada usia dewasa muda.
Gangguan
jiwa yang terjadi pada seseorang, termasuk skizofrenia, menurut Bambang (dalam Gejala dan penyebab
skizofernia, http://doktersehat.com/gejala-dan-penyebab-skizofrenia/), disebabkan oleh
interaksi manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosio-spiritual. Secara biologis, Schizophernia
disebabkan karena peningkatan neurotransmitter dopamin di otak, sehingga dapat
timbul gejala-gejala perilaku, gangguan persepsi (mendengar suara meskipun
tidak ada sumber suara), gangguan isi pikir yang berupa keyakinan-keyakinan
tertentu yang tidak wajar, dan lain-lain.
Secara
psikologis, Bambang menjelaskan, pola asuh dan stresor lingkungan juga berperan
dalam membentuk pola perilaku yang rentan terhadap gangguan jiwa, begitu juga
kondisi sosial, sipitual, maupun budaya. Namun skizofrenia bukanlah penyakit
yang tidak bisa disembuhkan. Menurut Bambang (dalam Gejala dan penyebab skizofernia, http://doktersehat.com/gejala-dan-penyebab-skizofrenia/)pengidap Schizophernia
bisa disembuhkan asalkan
pendekatan terapinya bersifat menyeluruh.
Jadi,
kita harus tangani baik secara biologi, dengan menggunakan obat-obatan, maupun
pendekatan secara psikologis, sosial, dan spiritual. Apabila perjalanan
penyakit belum lama dan belum parah, kemungkinan dapat disembuhkan lebih besar.
Jika pasien segera dibawa berobat pada tahap awal menderita penyakit, penurunan
fungsi peran dapat diminimalkan. Namun, masalahnya adalah stigma masyarakat
tentang gangguan jiwa seringkali membuat pasien Schizophernia
terlambat dibawa ke petugas kesehatan.
Masyarakat
lebih percaya bahwa penyakit ini disebabkan karena hal-hal mistis, sehingga
terlebih dahulu dibawa ke dukun atau pengobatan alternatif. Ketika sudah
kehabisan uang,penyakit tidak sembuh-sembuh, keluarga baru menyadari bahwa hal
itu adalah suatu penyakit dan baru dibawa ke tenaga kesehatan.
Tanda
dan gejala yang dialami oleh penderita skizofrenia seringkali dikaitkan dengan
penyakit mental lainnya. Sebab, tanda dan gejala dari penyakit ini memang
hampir sama dengan tanda dan gejala dari penyakit mental lainnya. Hal ini yang
menyebabkan penyakit skizofrenia sulit untuk didiagnosis.
Tanda dan gejala
dari penyakit ini dibagi menjadi tiga kategori :
1. Gejala
positif
Fungsi
otak dari penderita penyakit Schizophernia
akan bekerja lebih aktif atau bisa dikatakan berlebihan, hal ini menyebabkan
otak bekerja dengan tidak normal. Akibatnya, penderita akan mengalami beberapa
hal seperti berikut ini :
a. Berkhayal
Ini merupakan
hal yang paling umum dialami oleh para penderita, mereka memiliki keyakinan
yang berbeda dengan orang normal. Mereka akan melihat realitas yang berbeda
pula, selain itu, penderita juga sering salah menafsirkan persepsi.
b. Halusinasi
Orang yang
mengalami penyakit ini sering berhalusinasi, mereka seringkali melihat atau
mendengar hal-hal yang sebenarnya tidak ada.
c. Gangguan
pikiran
Penderita
skizofrenia akan kesulitan berbicara dan mengatur pikirannya sehingga hal ini
mengganggu kemampuan berkomunikasi.
d. Perilaku
tidak teratur
Orang yang
mengalami skizofrenia sering berperilaku aneh, seperti anak kecil yang
melakukan hal-hal konyol.
1.
Gejala Negatif
Gejala
negatif
Gejala
ini mengacu pada berkurangnya atau bahkan tidak adanya karakteristik fungsi
otak yang normal, gejala ini mungkin muncul disertai atau tanpa adanya gejala
positif. Gejala-gejala yang ditimbulkan antara lain :
a.
Sulit
mengekspresikan emosi.
b.
Menarik diri dari
lingkungan social.
c.
Kehilangan
motivasi.
d.
Tidak minat
melakukan kegiatan sehari-hari.
e.
Mengabaikan
kebersihan pribadi.
Gejala-gejala
tersebut seringkali dianggap sebagai kemalasan yang biasa dialami oleh tiap
orang. Namun, hal itu ternyata keliru.
3.Gejala
kognitif
Jenis
gejala ini akan menimbulkan masalah pada proses berpikir, tanda dan gejala yang
mungkin timbul, antara lain :
a.
Masalah dalam membuat
informasi yang masuk akal dan dapat dimengerti.
b.
Sulit
berkonsentrasi
c.
Masalah pada memori
otak
Selain
ketiga gejala di atas, penyakit Schizopherniajuga
akan menimbulkan masalah pada suasana hati, para penderitanya akan mengalami
depresi, cemas, dan seringkali mencoba untuk bunuh diri. Gejala-gejala dari
penyakit ini lambat laun dapat melumpuhkan para penderitanya. Sebab, hal ini
sangatlah mengganggu kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan rutin
sehari-hari.
Namun,
apabila penderitanya masih berusia remaja, gejala yang ditimbulkan sulit untuk
dideteksi dan kemudian dianggap sebagai penyakit skizofrenia. Sebab, pada usia
tersebut mereka pasti akan mengalami hal-hal ini yang ternyata merupakan gejala
dari penyakit Schizophernia.
2.
Deskripsi Kasus
Pada Ahad, 15 Maret 2015, Mutiullah
menggegerkan warga Desa Ketawang Larangan. Selepas salat Zuhur, Mutiullah
membacok adiknya sendiri, Gufron, 27 tahun, di rumahnya. Akibat aksi Mutiullah, Gufron mengalami luka
bacok di sekujur badan. Bahkan, lengan Gufron nyaris putus. Selain Gufron,
Mutiullah juga membacok sepupunya, Qurratul Uyun, 32 tahun; istrinya, Mai (30);
dan bibinya, Maisura (50). Mutiullah diketahui membacok adik kandungnya Gufron
saat tidur pulas. Pembacokan itu dilakukan menggunakan parang. Melihat
kejadian, paman korban, Sura berusaha melerai, namun Mutiullah yang gelap mata
justru membacok Sura. Tak puas melukai dua orang, Qurrotun Uyun yang diketahui
adalah sepupu korban ikut dibacok ketika berusaha melerai. Begitu pula Mae,
istri Mutiullah yang melihat suaminya sudah membacok tiga orang, dibacok ketika
berusaha melerai. Akibatnya, empat orang terluka parah dan segera dilarikan ke
Rumah Sakit Dokter Moh. Anwar Sumenep.
Menurut penuturan para warga sekitar,
Muti’ullah seorang laki-laki yang baik dan sering menjadi penceramah. Namun,
menurut pamannya, Muti’ullah terjebak oleh bisikan gaib. Muti’ullah sempat
berlaku aneh menjelang detik-detik pembantaian yakni menyuruh semua anggota
keluarga berwudu’ dan kemudian membantai adiknya, begitu pula sehari sebelum
pembantaian, ia bernyanyi dan berjoget
3.
Analisis
Kasus Mutiullah adalah kasus yang cukup mengehbohkan daerah Sumenep dan
sekitarnya, karena Mutilullah sebelumnya dikenal sebagai orang yang baik serta
ramah terhadap warga sekitarnya, dia biasa mengisi khotbah jum’at, namun
berbalik 180 derajat pada tanggal 15 maret dengan aksi brutalnya membacok
anggota keluarganya sendiri, jika di kaitkan dengan Teori tentang gangguan Delusi,
di tuturkan oleh paman Mutiullah bahwa Mutiullah sempat mendengarkan bisikan
gaib dari kakek buyutnya yang memerintahkan dia untuk menghabisi semua
musuh-musuhnya, ini adalah Delusi jenis campuran antara Grandious dan Jealous,
sebab di beritakan bahwa Sebelumnya mutiullah sempat bertengkar dengan istrinya
karena permasalahan asmara yang di picu kabar bahwa istrinya melakukan
perselingkuhan.
Setelah
Mutiullah sedang berada sel tahanan di kabarkan bahwa dia seringkali
membenturkan kepalnya ke teralis besi penjara hingga dia harus dilarikan ke
Rumah sakit karena luka robeknya di bagian kepala, ini bisa dikatakan sebagai
gejala negatif Schizophernia ketika
sudah kehilangan motivasi dalam hidupnya sehingga tidak memperdulikan lagi
kondisi fisiknya
BAB
III
Penutup
1.
Kesimpulan
Kasus
pembantaian yang terjadi di Sumenep
merupakan kasus yang menarik, karena perilakunya
sungguh bertolak belakang dengan apa yang lingkungan sekitarnya lihat dari
pribadi mutiullah, di awali rasa depresi ketika mendengar berita istrinya
berselingkuh, ini yang menjadi pemicu malapetaka yang terjadi ketika mutullah
seperti bukan manusia lagi, karena dengan mudahnya membacok keluarganya sendiri
di depan khalayak umum. Diceritakan oleh pamannya, bahwa Mutiullah hanya
melihat orang lain yang iya bacok, bukan keluarganya, ini sangat cocok pada gejala
Delusi, diartikan sebagai ekspresi kepercayaan
yang dimunculkan kedalam kehidupan nyata seperti merasa dirinya diracun oleh
orang lain, dicintai, ditipu, merasa dirinya sakit atau disakiti, sebenarnya gangguan Delusi tidaklah begitu berbahaya
namun, ketika gangguan ini begitu saja tidak segera di tangan maka akan
menyebabkan perlikau yang mampu membahayakan pelaku dan orang lain, di sisi
lain diketahui juga Mutiullah juga mengidap gangguan Skizofernia.
2.
Saran
Dalam sebuah permasalahan sosial, pencegahan merupakan hal yang paling
penting, perilaku asertif harus di optimalkan dalam hubungan interpersonal,
hingga setiap permasalahan yang datang dapat terselesaikan secepat mungkin,
tanpa ada konflik fisik yang terjadi dalam kehidupan sosial kita. Bagi sebagian
besar orang dengan skizofrenia, obat sangat penting untuk mengatasi gejala Schizophernia Meskipun orang dengan Schizophernia relatif bebas dari gejala
psikotik mereka, banyak yang masih mengalami masalah dalam berurusan dengan
kehidupan sehari-hari yang mungkin mencakup kesulitan dalam berkomunikasi
dengan orang di sekitar mereka, pengambilan keputusan, motivasi, perawatan diri
dan membina atau menjaga hubungan dengan orang lain.
Karena Schizophernia umumnya
terjadi pada awal masa dewasa, pada saat dimana orang mengembangkan
keterampilan sosial mandiri dan merasa bagaimana mereka 'cocok' di dunia
sekitar mereka, ini adalah usia yang penting untuk dipertimbangkan dan
psikoterapi mungkin bermanfaat.
Daftar
Pustaka
Jess, Feist, dan Feist,
Gregory. 2010. Teori Kepribadian. Edisi
7. Diterjemahkan oleh:
Smita Prathita S. Jakarta: Salemba Humanika
Surya, R. 2006. 280 Tanya Jawab Mengenai Kesehatan Jiwa, Grogol,
RSJ Dr. Soeharto Heerdjan,
Bernadus,
Vanny. “Gejala Dan Penyebab Skizofernia”.
25 maret 2014. di unduh pada 7 mei
Hartini,
Lili, 2009, “AGRESI YANG TINGGALDLAM KELUARGA DENGAN KEKERASAN
RUMAH TANGGA”. di unduh pada 7
mei 2015
502140.pdf&sa=U&ei=cXU2VceL47iuQTAkoHgBQ&ved=0CA8QFjAD&usg=AFQjCNH9N6IAO_kl-D8GS3_hY41eMa3OJA
Bisri, Mustofa, “Pembacoka Keluarga di Sumenep Kdang Beri Khotbah Jumat”. 16 maret
2015.
di unduh pada 7 mei 2015.
Bisri, Mustofa, “Kronologi Pembacokan 1
Keluarga di Sumenep”. 16 maret 2015. di unduh pada
7 mei 2015. http://m.tempo.co/read/news/2015/03/16/058650296/KronologiPembacokan-1-Keluarga-di-Sumenep
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, berapa persen penduduk Indonesia yang mengidap skizofrenia, dan berapa persen yang mendapatkan perawatan memadai?
BalasHapusRegard Telkom University